Dulu Tak Terkalahkan, Kini Merosot Manchester City, yang selama lebih dari satu dekade terakhir telah menjadi salah satu klub terbaik.
Sebagai salah satu tim terkuat di Premier League dan Eropa, City di bawah asuhan Pep Guardiola telah meraih sejumlah gelar bergengsi, termasuk beberapa trofi Premier League, Piala FA. Serta Liga Champions yang akhirnya diraih pada musim 2022/23. Namun, meskipun berhasil mencapai puncak kejayaan, akhir-akhir ini City menunjukkan tanda-tanda penurunan. Performanya yang sempat tak terkalahkan kini mulai merosot, dan berbagai faktor pun menjadi pemicu perubahan tersebut. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai macam informasi menarik lainnya seputaran MANCITY 365.
Ketergantungan Pada Pemain Kunci Yang Mulai Menurun
Salah satu faktor utama yang memengaruhi performa Manchester City adalah ketergantungan mereka terhadap pemain-pemain kunci yang telah menjadi tulang punggung tim selama bertahun-tahun. Pemain-pemain seperti Kevin De Bruyne, Erling Haaland, Rodri. Dan Ruben Dias telah menjadi ikon dan penentu hasil di lapangan bagi City. Namun, meskipun pemain-pemain ini masih memiliki kualitas yang luar biasa. Mereka mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan penurunan performa, yang berdampak besar pada tim secara keseluruhan.
Kevin De Bruyne, yang selama ini menjadi kreator utama di lini tengah, terlihat mulai kesulitan untuk mempertahankan level permainan terbaiknya dalam beberapa musim terakhir. Cedera yang terus mengganggunya juga memengaruhi konsistensinya di lapangan. Hal ini menjadi masalah besar. Mengingat De Bruyne adalah otak serangan utama City. Tanpa De Bruyne yang berada di puncak performa.
Erling Haaland, meskipun tetap menjadi pencetak gol utama, juga mengalami penurunan dalam beberapa pertandingan terakhir. Setelah musim debut yang sangat gemilang, Haaland terlihat lebih terisolasi dalam beberapa laga. Di mana tim lawan mulai menemukan cara untuk menanggulangi ancaman yang ditimbulkan oleh striker asal Norwegia tersebut. Ketergantungan City pada Haaland dalam hal mencetak gol sangat besar.
Kehilangan Kedalaman Skuad Yang Berkualitas
Pada masa-masa puncaknya, salah satu faktor utama kesuksesan Manchester City adalah kedalaman skuad yang luar biasa. Guardiola memiliki dua pemain untuk hampir setiap posisi. Yang memungkinkan timnya untuk tetap tampil kompetitif meski ada rotasi pemain. Dengan kekuatan skuad yang sangat dalam, City bisa mempertahankan level permainan tinggi meskipun menghadapi jadwal yang padat.
Pemain seperti Ilkay Gundogan, yang berperan sebagai pemimpin di lini tengah, memutuskan untuk pindah ke Barcelona pada musim panas 2023 setelah kontraknya berakhir. Gundogan memiliki kemampuan untuk memberikan kontribusi baik dari segi kreativitas maupun stabilitas. Dan kepergiannya tentu meninggalkan lubang di lini tengah City. Selain itu, pemain seperti Bernardo Silva, meskipun tetap menjadi pemain yang sangat berbakat. Sering kali dikaitkan dengan kepindahan dan kurang menunjukkan konsistensi yang sama seperti musim-musim sebelumnya.
Di posisi pertahanan, meskipun Ruben Dias tetap menjadi pilihan utama, ketidakstabilan di sektor bek kanan dan kiri, ditambah dengan cederanya beberapa pemain seperti John Stones dan Kyle Walker, mengurangi kekuatan pertahanan City. Kehilangan kualitas pada posisi-posisi ini, yang sebelumnya menjadi kekuatan City, memengaruhi keseimbangan tim secara keseluruhan.
Tekanan Berlebihan Untuk Mempertahankan Dominasinya
Setelah meraih sukses besar selama beberapa tahun berturut-turut, tekanan untuk mempertahankan dominasinya di kompetisi domestik dan Eropa menjadi semakin besar bagi Manchester City. Setelah meraih gelar Liga Champions yang sangat diidamkan pada musim 2022/23, City dipaksa untuk terus berada di puncak, baik di Premier League maupun di kompetisi Eropa lainnya. Hal ini menambah beban bagi manajer Pep Guardiola dan para pemainnya.
Guardiola adalah seorang pelatih yang sangat ambisius, tetapi dengan ambisi besar datang pula ekspektasi yang sangat tinggi. Bukan hanya dari media dan penggemar, tetapi juga dari pemilik klub dan manajemen. Tekanan untuk selalu tampil sempurna dan mempertahankan kejayaan ini kadang-kadang bisa menjadi faktor yang membebani tim. Setiap kekalahan atau hasil yang kurang memuaskan langsung menjadi sorotan besar, yang akhirnya memengaruhi moral tim.
Selain itu, ambisi yang tinggi untuk meraih lebih banyak trofi Eropa juga menambah tantangan besar bagi tim. Meskipun City telah meraih Liga Champions, mereka kini dihadapkan pada tugas yang jauh lebih besar, yaitu mempertahankan kejayaan tersebut di level Eropa. Guardiola, yang telah berhasil membawa City meraih prestasi tersebut, kini harus menghadapi tantangan untuk menjaga tim tetap relevan di level tertinggi.
Baca Juga: Pep Guardiola: Sang Otak Utama Dari Manchester City
Kelelahan Fisik Dan Mental Pemain
Salah satu masalah yang sangat sering dialami oleh tim-tim besar yang terlibat dalam banyak kompetisi adalah kelelahan fisik dan mental. Manchester City, yang kerap terlibat dalam perburuan gelar di liga domestik dan Eropa, menghadapi jadwal yang sangat padat, dan pemain-pemain mereka seringkali bermain lebih dari 50 pertandingan dalam satu musim.
Guardiola, yang terkenal dengan pendekatan taktik yang menuntut, sering kali menekan pemain-pemainnya untuk selalu tampil dalam performa terbaik. Hal ini, meskipun sangat efektif dalam jangka pendek, dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental dalam jangka panjang. Pemain seperti De Bruyne, Haaland, dan Rodri sering kali menjadi ujung tombak tim di setiap kompetisi, dan banyak di antara mereka mulai merasakan dampak dari padatnya jadwal pertandingan.
Selain itu, tekanan untuk selalu tampil sempurna, ditambah dengan ekspektasi tinggi dari publik, menyebabkan gangguan psikologis bagi beberapa pemain. Keputusan untuk terus tampil di level tinggi dalam banyak kompetisi dengan sedikit waktu istirahat mengakibatkan penurunan performa, baik secara fisik maupun mental.
Taktik Yang Mulai Terbaca Lawan
Pep Guardiola dikenal sebagai pelatih dengan taktik yang sangat inovatif dan detail. Namun, seiring berjalannya waktu, gaya permainan City yang mengutamakan penguasaan bola dan menyerang sering kali mulai terbaca oleh tim-tim lawan. Para manajer lawan semakin pintar dalam membaca taktik City dan menemukan cara untuk menghambat permainan mereka.
Selain itu, rotasi yang dilakukan oleh Guardiola juga kadang-kadang mempengaruhi konsistensi tim. Dalam beberapa pertandingan, keputusan Guardiola untuk mengganti formasi atau menyimpan pemain utama membuat City terlihat kurang efektif. Taktik yang dulunya sangat efektif sekarang mulai mendapat perlawanan sengit dari tim-tim yang sudah lebih siap menghadapi gaya permainan City.
Kesimpulan
Manchester City pernah menjadi tim yang tak terhentikan, namun dalam beberapa waktu terakhir mereka mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Ketergantungan pada pemain-pemain kunci yang mulai menurun, kehilangan kedalaman skuad yang berkualitas, tekanan berlebihan untuk mempertahankan dominasinya, kelelahan fisik dan mental, serta taktik yang mulai terbaca lawan adalah beberapa faktor yang menyebabkan penurunan performa mereka.
Namun, dengan manajer seperti Pep Guardiola yang selalu berinovasi, serta pemain-pemain muda yang terus berkembang, City masih memiliki potensi untuk bangkit. Tetapi, jika mereka ingin kembali meraih kejayaan, manajemen klub dan pemain. Simak terus jangan sampai ketinggalan untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang sepak bola menarik lainya hanya dengan klik MANCITY FAN.